Bimbingan Konseling Gaya Remaja Sehat, Kesehatan bagi Remaja, Kesehatan dan Penyakit, Faktor kognitif.
Bimbingan Konseling "Gaya Remaja Sehat"
Orang yang bersusah payah di masa tua adalah orang yang bersenang-senang di masa muda."
Kesehatan bagi Remaja
Kalau bicara soal Sam, temanku, berarti sama saja bicara soal basket.
Karena Sam identik dengan basket. Begitu sukanya Sam pada olahraga ini hingga segala sesuatu yang berhubungan dengan basket pasti Sam punya; mulai dari aksesoris yang berkaitan dengan basket seperti kaos, gantungan kunci, poster, casing handphone, hingga buku-buku tentang basket. Bahkan Sam tahu banyak tentang atlet-atlet basket, baik dari dalam maupun luar negeri. Prestasi Sam dalam olahraga ini juga bisa dikatakan gemilang. Setiap ada pertandingan basket di sekolah atau di klub, pasti Sam diikutsertakan. Tapi sayang, kini Sam harus berbaring di rumah sakit karena penyakit lever yang dideritanya. Dia harus istirahat total.
Ada apa dengan Sam? Bukankah ia rajin berolahraga? Mengapa ia bisa jatuh sakit? Bukankah olahraga sangat baik untuk kita sebagai remaja yang sedang tumbuh?
Masa remaja adalah masa peralihan, masa menuju kedewasaan. Masa ini sangat penting, karena bila dapat dilewati dengan baik maka kita dapat menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab. Menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) ciri-ciri orang dewasa yang sehat adalah rasional, mandiri, bertanggung jawab, mampu bersosialisasi dan bermasyarakat, serta mempunyai filter (penyaring) terhadap hal-hal yang buruk.
Ada beberapa hal yang dapat membantu kita melewati masa remaja dengan baik, antara lain sebagai berikut.
- Belajarlah berbagi rasa dengan keluarga, orangtua, atau orang yang dituakan di rumah. Walaupun terkadang kita menganggap mereka kuno atau keras namun ingatlah bahwa bagaimanapun sifat mereka, mereka adalah orang yang paling memahami kita dan mereka lebih berpengalaman daripada kita karena mereka telah melalui masa remaja.
- Carilah sahabat sejati. Sahabat sejati tidak akan menjerumuskan kita ke hal-hal yang negatif. Kalau ia justru menjerumuskan kita ke hal-hal yang negatif, berarti ia bukan sahabat sejati. Kita telah salah memilihnya.
- Tingkatkanlah rasa percaya diri dan katakanlah TIDAK pada hal-hal yang buruk.
- Bergaullah dalam kelompok atau bentuklah kelompok dengan aktivitas positif. Misalnya bergabung dengan organisasi Karang Taruna di lingkungan rumah atau kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.Jauhilah kelompok dengan tujuan negatif.
- Jauhilah kelompok dengan tujuan negatif. Nilai-nilai dan aturan yang ada dalam suatu kelompok akan mempengaruhi nilai-nilai, perilaku, dan kebiasaan anggotanya. Contoh, kelompok yang kebanyakan anggotanya merokok akan mempengaruhi orang yang bergabung di dalamnya untuk ikut merokok. Oleh karena itu, menjauh dari kelompok yang negatif berarti turut menjaga diri kita dari perilaku yang negatif.
- Jagalah kesehatan fisik dan jiwa sedini mungkin dan berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, a. Melakukan olahraga secara teratur. Misalnya, lari pagi atau berenang minimal 30 menit setiap pekannya. b. Memperhatikan pola makan yang sehat, mengonsumsi makanan yang higienis (bersih) dan cukup gizi. c. Perilaku hidup yang teratur. Misalnya makan tiga kali sehari, mandi dua kali sehari, olahraga dua kali seminggu, dan istirahat delapan jam sehari. d. Mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Ibadah dan komunikasi kita dengan Tuhan dapat menyehatkan jiwa kita, sehingga hati menjadi tenang dan otak dapat berpikir secara sehat dan bijak.
Nah, pada kasus Sam, kita dapat melihat akar permasalahannya. Sam memang suka berolahraga, tapi ia melakukannya secara tidak teratur dan berlebihan. Hari-harinya dihabiskan di lapangan basket. Hal ini tidak diimbangi dengan pola makan yang benar dan teratur sehingga tubuhnya kelelahan. Jadi, sekalipun olahraga baik untuk tubuh namun kita harus melakukannya dengan benar dan teratur, bukan terus menerus tanpa henti dan tidak memperhitungkan kebutuhan tubuh untuk istirahat.
Kesehatan merupakan salah satu hal yang penting bagi kita. Kita tidak dapat melakukan berbagai aktivitas dengan baik apabila kondisi kesehatan kita tidak baik. Bagaimana kita bisa melewati masa remaja dengan baik apabila tubuh kita tidak sehat?
Banyak faktor yang berhubungan dengan kesehatan buruk dan kematian pada masa dewasa yang dimulai pada masa remaja. Beberapa perilaku remaja yang memerlukan perhatian khusus karena memiliki potensi buruk di masa dewasa antara lain diet yang tidak tepat, merokok, penggunaan obat-obatan terlarang, serta konsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat.
Saat ini, tingkat kematian di kalangan remaja cukup tinggi khususnya pada remaja pria. Pada umumnya, penyebab kematian pada remaja adalah gizi buruk, penggunaan narkoba, kecelakaan akibat tidak tertib dalam berlalulintas, bunuh diri, dan pembunuhan (tawuran).
Beberapa usaha yang dapat diberikan dalam rangka menuju kehidupan remaja yang lebih sehat adalah layanan pencegahan, konsultasi fisik dan psikologis, peningkatan kesehatan, dan pemenuhan.
Kesehatan dan Penyakit
Pada masa remaja, tubuh kita akan mencapai tingkat kesehatan, kekuatan, dan energi yang paling maksimal dan tidak akan kita peroleh lagi setelah kita dewasa. Namun, bukan berarti bahwa pada masa remaja kita akan kebal dari penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Pandangan yang keliru terhadap kesehatan di masa remaja biasanya menyebabkan banyak remaja memiliki kebiasaan yang buruk bagi kesehatannya.
Hal yang perlu kita ingat adalah bahwa mencegah penyakit adalah lebih mudah dan murah daripada mengobatinya. Salah satu cara untuk mencegah masuknya penyakit adalah dengan pola hidup sehat. Pola hidup sehat adalah segala upaya untuk menerapkan kebiasaan hidup yang sehat dan menghindarkan diri dari kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
Dengan mengikuti pola hidup sehat, penyakit degeneratif (penyakit tidak menular) seperti jantung, tekanan darah tinggi, kanker, dan stres dapat dihindari.
Beberapa pola hidup sehat yang perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut.
- Mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gizi yang cukup, seperti makanan empat sehat dan minum susu.
- Melakukan aktivitas fisik secara teratur. Misalnya lari pagi selama 30 menit setiap pekan.
- Mencegah stres. Misalnya dengan senantiasa berpikir positif dan tenang dalam menghadapi berbagai masalah.
- Menghindari NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif lainnya).
- Tidak merokok dan menghindari asap rokok.
- Tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Menurut John W. Santrock, ada dua faktor yang berhubungan dengan kesehatan pada masa remaja, yaitu faktor kognitif/pemahaman dan faktor lingkungan sosial-budaya. Jika seseorang memiliki pemahaman yang baik mengenai kesehatan dan memiliki lingkungan sosial-budaya yang mendukung terciptanya perilaku sehat, maka ia akan cenderung memiliki kesehatan yang baik. Lebih jelasnya, penjelasan kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut.
Faktor kognitif.
Beberapa pemahaman yang dapat mempengaruhi perilaku sehat remaja adalah sebagai berikut.
- Konsep mengenai perilaku sehat. Pada saat memasuki masa akhir remaja (awal dewasa), biasanya seseorang baru menyadari bahwa perilakunya adalah hal yang penting bagi kesehatannya sendiri. Contoh, menjaga diri untuk tidak melakukan seks bebas berarti menjauhkan diri dari kemungkinan terkena penyakit seksual menular seperti HIV / AIDS dan sifilis. Pada umumnya, remaja belum menyadari adanya penyebab penyakit yang beragam dan terkadang menganggap suatu penyakit adalah penyakit orang tua (usia lanjut). Kesadaran untuk selalu menjaga kebersihan misalnya dengan menyikat gigi sebelum tidur atau mandi minimal dua kali setiap harinya merupakan salah satu contoh perilaku sehat yang perlu ditumbuhkan dan dijadikan kebiasaan oleh remaja.
- Kepedulian terhadap kesehatan. Remaja sering acuh tak acuh menghadapi kenyataan dirinya rentan terhadap bahaya. Contoh, remaja dengan mudah merokok hanya karena ingin dianggap "gaul" atau ingin dianggap menjadi bagian suatu kelompok tanpa berpikir panjang tentang bahaya akibat merokok. Sekalipun kita menyadari perilaku yang berpotensi membahayakan kesehatan seperti penggunaan obat terlarang dan seks bebas namun kita menyepelekan akibat negatif perilaku tersebut. Kita sering lupa bahwa obat-obatan terlarang dapat melemahkan fisik dan kerja otak kita, menurunkan aktivitas dan prestasi kita, bahkan menimbulkan kematian. Kita sering berpikir bahwa usia seseorang sudah ditentukan oleh Tuhan, tetapi kita sering lupa bahwa kesehatan kita dipengaruhi oleh pola hidup kita seperti makan, istirahat, atau olahraga.
- Pengetahuan mengenai kesehatan. Remaja pada umumnya tidak memiliki informasi yang cukup mengenai berbagai hal tentang kesehatan dan cenderung memiliki pandangan yang salah mengenai kesehatan. Misalnya, remaja tidak mengetahui secara detil tentang bahaya pengunaan obat-obatan terlarang bagi kesehatan fisik dan mental sehingga mereka cenderung tidak takut untuk menggunakannya.
- Pengambilan keputusan. Pada umumnya remaja sudah dapat mengambil keputusan yang lebih baik daripada dibandingkan ketika masih anak-anak. Perkembangan tahap berpikir remaja yang teratur dan kemampuan berpikir sebab akibat dapat digunakan untuk membuat sebuah keputusan yang lebih bijak dan tepat dalam menghadapi sebuah permasalahan. Contoh, remaja yang sudah mampu berpikir sebab akibat, memutuskan untuk tidak merokok karena tahu bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit pernafasan dan kecanduan. Meskipun demikian, karena kurangnya pengalaman, keputusan yang diambil remaja terkadang lebih buruk daripada orang dewasa, padahal keputusan yang diambil orang dewasa pun masih jauh dari sempurna.
Faktor sosial-budaya ikut mempengaruhi kesehatan melalui peran dalam menentukan norma-norma budaya yang berlaku mengenai kesehatan, hubungan sosial yang memberikan dukungan emosional, dan dukungan bagi perilaku sehat. Adapun beberapa faktor sosial-budaya tersebut sebagai berikut.
Keluarga
Keluarga adalah tempat yang pertama dan utama dalam memberikan pendidikan dan dukungan bagi kesehatan remaja. Kebiasaan hidup sehat pada remaja dapat terbentuk apabila keluarga mendukung terciptanya perilaku dan kebiasaan untuk hidup sehat. Orangtua dan saudara yang lebih tua adalah kunci penting bagi terbentuknya pola hidup sehat anak dan remaja. Contoh, keluarga yang tidak merokok secara tidak langsung telah mendidik dan memberikan contoh kepada anak untuk hidup sehat dengan tidak merokok.
Teman Sebaya
Teman sebaya juga memainkan peranan penting dalam membentuk perilaku sehat pada remaja. Remaja yang berperilaku tidak sehat biasanya memiliki teman-teman dengan perilaku yang juga tidak sehat, begitu juga sebaliknya. Remaja yang kurang mampu menahan diri dari tantangan akhirnya seringkali melakukan perilaku negatif karena desakan teman-temannya. Contoh, kebanyakan remaja merokok dan menggunakan obat-obatan terlarang karena tidak berani menolak tawaran teman atau karena merasa tidak nyaman jika berbeda dengan teman sebayanya.
Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan
Pada dasarnya remaja lebih banyak mengalami gangguan kesehatan yang serius daripada dewasa akibat pola hidup yang kurang sehat. Contoh gangguan kesehatan tersebut berupa penyakit maag karena pola makan yang tidak teratur atau diet dan penyakit darah rendah karena kurang berolahraga dan kurang mengonsumsi sayuran. Namun pada umumnya, remaja jarang menggunakan layanan medis/kesehatan yang tersedia seperti dokter atau konselor.
Masih sedikitnya jumlah remaja yang menggunakan layanan medis tersebut bisa jadi karena kurangnya jumlah lembaga pelayanan kesehatan yang mampu memenuhi kebutuhan kesehatan terutama bagi remaja pada masa awal, remaja di daerah pedesaan, dan remaja yang hidup dalam kemiskinan. Berbagai faktor seperti ketiadaan biaya, buruknya pelayanan, dan keterbatasan layanan kesehatan dianggap sebagai hambatan. Hanya sedikit lembaga kesehatan yang telah menerima pelatihan khusus untuk menghadapi para remaja.
Remaja dan Stres
Setiap manusia dalam rentang usia berapapun bisa mengalami stres, begitu pula dengan remaja. Misalnya, remaja yang sering dijauhi oleh teman sebayanya cenderung mengalami stres. Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak. Gejolak ini timbul baik dari dalam diri remaja itu sendiri maupun dari luar dirinya. Gejolak inilah yang dapat menyebabkan remaja merasa tertekan dan stres.
Walaupun tidak ada yang benar-benar tahu apakah remaja generasi sekarang mengalami lebih banyak stres daripada remaja dari generasi sebelumnya, namun menurut John W. Santrock, penyebab munculnya stres pada saat ini lebih tinggi daripada beberapa waktu sebelumnya. Faktor seperti cepatnya perubahan mode pakaian, pola pikir yang lebih menekankan pada materi/uang, serta kurangnya pemahaman terhadap agama dalam kehidupan merupakan penyebab meningkatnya stres dewasa ini.
Lalu, apakah stres itu?
Menurut John W. Santrock dalam bukunya Perkembangan Remaja, stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (icoping). Contoh, berkeringat dan sakit perut ketika akan menghadapi ujian atau gemetar dan gugup ketika akan berbicara di depan kelas. Santrock juga mengungkapkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan stres dalam kehidupan remaja. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
Faktor konflik
Stres muncul karena suatu konflik yang disebabkan oleh rangsangan. Konflik ini menjadi semakin berat dan berkepanjangan sehingga remaja tidak lagi bisa menghadapinya. Misalnya, stres yang muncul karena kesedihan akibat putus cinta sehingga mengganggu prestasi belajar (nilai menjadi buruk). Ada tiga tipe konflik yang berkaitan dengan tingkatan stres, yaitu sebagai berikut.
- Mendekat-mendekat (approach-approach). Konflik ini terjadi ketika individu harus memilih antara dua rangsangan (stimulus) atau keadaan yang sama-sama menarik. Konflik ini merupakan konflik yang tingkat stresnya paling rendah, karena kedua rangsangan sama-sama memberikan hasil yang positif. Misalnya, karena mendapat nilai rapor bagus, orangtua memberikan pilihan hadiah kepada kita: apakah ingin dibelikan baju dan sepatu baru atau pergi jalan-jalan ke luar kota.
- Menghindar-menghindar (avoidance-avoidance). Konflik ini terjadi ketika individu harus memilih antara dua rangsangan yang sama-sama tidak menarik. Contohnya, mengikuti ajakan teman untuk membolos atau dianggap tidak setia kawan jika tidak mengikutinya.
- Remaja sebenarnya ingin menghindari keduanya, namun mereka harus memilih salah satunya. Konflik-konflik seperti ini lebih berpeluang menyebabkan stres daripada keleluasaan untuk memilih dua situasi yang menyenangkan seperti pada konflik mendekat-mendekat. Pada banyak kasus, remaja memilih untuk menunda mengambil keputusan dalam konflik menghindar-menghindar hingga saat-saat akhir.
- Mendekat-menghindar (approach-avoidance). Konflik ini terjadi apabila hanya ada satu rangsangan atau keadaan yang memiliki karakteristik positif dan juga negatif. Contoh, memilih menonton film atau belajar untuk menghadapi ujian. Menurut Miller dalam buku Psikologi Perkembangan, dunia remaja penuh dengan konflik jenis ini. Konflik ini benar-benar dapat menyebabkan stres. Dalam situasi seperti ini, remaja sering merasa bimbang dalam mengambil keputusan. Ketika waktu untuk mengambil keputusan semakin mendesak, kecenderungan untuk menghindar biasanya semakin dominan. Misalnya, karena bimbang dan malam semakin larut, remaja akhirnya tidak belajar dan memilih tidur karena mengantuk.
Faktor kepribadian.
Kepribadian remaja sangat berhubungan dengan tingkat stres dan kesehatan remaja. Para peneliti memusatkan perhatian pada apa yang disebut dengan pola tingkah laku atau kepribadian tipe
A. Orang dengan kepribadian tipe A, memiliki ciri-ciri antara lain rasa kompetitif (bersaing) yang berlebihan, ambisius (berkemauan keras), berjuang untuk mencapai sesuatu yang tidak terbatas dalam waktu yang sempit, tidak sabar, selalu terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu, agresif (bersikap kasar), waspada yang berlebihan, gaya bicara yang keras dan cepat, mudah marah, tegang, berjalan cepat, tidak bisa menerima kegagalan, dan sering memunculkan sikap bermusuhan.
Orang dengan kepribadian tipe A mempunyai risiko lebih besar terserang berbagai macam penyakit, gejala gangguan jantung, ketegangan otot, dan gangguan tidur.
Weidner dkk, dalam buku Perkembangan Remaja menemukan bahwa anak-anak dan remaja dengan kepribadian tipe A biasanya memiliki orangtua yang juga memiliki kepribadian tipe A. Hubungan ini paling kuat ditemukan pada ayah dan anak laki-lakinya.
Faktor kognitif.
Tingkat stres juga ditentukan oleh faktor kognitif, yaitu bagaimana cara kita menilai dan memandang suatu kejadian. Penilaian dan pandangan tersebut menggambarkan interpretasi atau pemahaman individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidupnya. Misalnya, apakah suatu kejadian dipandang sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau menantang. Faktor kognitif juga meliputi keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya. Misalnya, seseorang memandang dirinya memiliki kemampuan (sikap dan emosi) yang baik untuk menghadapi suatu kejadian.
Faktor sosial-budaya.
Stres dapat muncul akibat pengaruh negatif dari perubahan lingkungan atau budaya. Contoh, orang yang pindah rumah atau pindah sekolah biasanya mengalami perbedaan budaya (cultural lag) yang mengakibatkan kebingungan dalam berperilaku.
Perubahan lingkungan atau budaya terjadi karena adanya interaksi antara dua kelompok budaya yang berbeda secara terus menerus. Misalnya, pengucilan (isolasi) yang dialami anggota kelompok etnis minoritas dapat menimbulkan stres pada mereka.
Kemiskinan juga dapat menyebabkan stres yang berat bagi remaja dan keluarganya. Kondisi kehidupan yang kronis seperti pemukiman yang tidak memadai, lingkungan yang rawan tindakan kriminalitas, tanggung jawab yang berat dalam mencari nafkah, dan ketidakpastian keadaan ekonomi merupakan pemicu stres yang kuat bagi warga miskin.
Faktor ketahanan.
Faktor ketahanan mempengaruhi seseorang terkena stres atau tidak. Stres dapat muncul di tengah kondisi kemalangan dan ketidakberuntungan, sementara pada saat yang sama orang tidak memiliki ketahanan yang kuat. Ada tiga karakteristik yang dapat meningkatkan ketahanan seseorang di tengah kemalangan dan ketidakberuntungan, yaitu sebagai berikut.
- Keterampilan berpikir positif terhadap orang lain. Orang yang terbiasa berpikir positif cenderung memiliki ketahanan yang lebih kuat daripada orang yang selalu berpikir negatif.
- Adanya kehangatan, keterikatan, dan perhatian dalam keluarga. Orang yang memiliki keluarga yang memberikan perhatian dan kasih sayang cenderung memiliki ketahanan dalam menghadapi kesulitan. Perhatian dan kasih sayang yang diberikan akan memotivasi dan meningkatkan rasa percaya diri seseorang untuk bisa melalui kesulitan dengan sukses.
- Adanya dukungan dari luar (eksternal). Dukungan dari luar bisa kita dapatkan dari teman sebaya, guru, organisasi remaja, atau dari masyarakat di lingkungan sekitar kita. Misalnya, lingkungan masyarakat yang jauh dari kekerasan secara tidak langsung akan membentuk cara berpikir kita untuk tidak menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan.
Bagaimana cara menghadapi stres? John W. Santrock mengemukakan kiat-kiat dalam menghadapi stres. Beberapa strategi penanganan stres menurut Santrock adalah sebagai berikut.
Fokus pada penyelesaian masalah dan bukan emosi.
- Pada kebanyakan kasus, strategi coping (penanganan stres) yang berfokus pada penyelesaian masalah lebih baik daripada strategi coping yang berfokus pada emosi dan penggunaan mekanisme pertahanan, terutama untuk menangani stres dalam jangka panjang. Contoh, kita adalah orang yang tidak merokok. Suatu saat kita diajak teman untuk merokok. Kebimbangan akibat ajakan teman tersebut dapat memicu stres pada diri kita. Kita tidak ingin merokok karena merokok dapat mengganggu kesehatan, akan tetapi kita khawatir penolakan ajakan teman untuk merokok akan mengganggu hubungan baik dengannya. Jika kita memilih untuk menolak merokok karena alasan kesehatan berarti kita telah fokus pada penyelesaian masalah. Sebaliknya jika kita ikut merokok karena alasan tidak ingin mengecewakan teman, maka saat itu kita tidak sedang menyelesaikan masalah, sebaliknya justru menambah baru. Remaja seringkali harus berhadapan dengan lebih dari satu pemicu stres (stressor) pada waktu yang bersamaan. Menghilangkan salah satu stressor akan sangat menguntungkan bagi remaja. Misalnya, tidak pacaran untuk menghindari kemungkinan permusuhan akibat putus cinta, atau tidak menyontek untuk menghindari masalah yang lebih besar jika ketahuan menyontek.
- Berpikir positif. Remaja seharusnya berpikir positif dan menghindari pemikiran negatif. Khayalan mengenai diri sendiri yang positif dapat memperbaiki kehidupan remaja, namun perlu dijaga agar khayalan tersebut tidak menjadi berlebihan atau tidak realistis. Strategi downward looking (melihat ke bawah) dapat juga membantu remaja menghadapi stres dengan efektif. Misalnya dengan berpikir bahwa setiap orang pasti memiliki kekurangan karena itu wajar apabila kita sesekali melakukan kesalahan.
- Menguatkan dukungan dari luar diri. Keterikatan yang erat dan positif dengan orang lain, terutama dengan keluarga dan teman, secara konsisten dapat dijadikan sebagai pertahanan terhadap stres yang baik dalam kehidupan remaja.
- Menggunakan berbagai strategi penanganan stres. Remaja dapat menggunakan lebih dari satu strategi penanganan stres apabila stres tidak dapat ditangani oleh satu strategi tertentu.