Pengaruh Kepemimpinan, Disiplin Kerja dan Komunikasi Terhadap Motivasi Kerja

PENGARUH KEPEMIMPINAN, DISIPLIN KERJA 

DAN KOMUNIKASI TERHADAP 

MOTIVASI KERJA PEGAWAI 

BADAN KEPEGAWAIAN 


PENDAHULUAN

Manajemen Sumber Daya Manusia di sektor publik berusaha mengungkap manusia sebagai sumber daya seutuhnya dalam konsepsi pembangunan bangsa yang utuh dan menyeluruh. Masalah-masalah yang dihadapi organisasi semakin komplek seperti semakin tingginya tingkat pendidikan pegawai, peningkatan heteroginitas angkatan kerja, pelonjakan biaya-biaya personalia dan penurunan produktivitas telah menempatkan perhatian yang besar pada masalah Manajemen sumber daya manusia.
Dalam kondisi lingkungan di atas, manajemen dituntut mengembangkan caracara baru untuk dapat mempertahankan pegawai pada produktivitas yang tinggi serta mengembangkan potensinya agar memberikan kontribusi yang maksimal pada organisasi. Disisi lain pimpinan dituntut mampu mengarahkan sikap-sikap pegawainya dan memberikan dorongan untuk mencapai sasaran organisasi melalui mekanisme pengarahan.

Sumber daya manusia yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi, terlatih dan terampil di sebuah lembaga atau instansi dapat melakukan pelatihan, pendidikan, dan bimbingan bagi sumber daya manusia itu sendiri. Hanya saja dalam motivasi kerja yang bagus bagi seorang karyawan, tidak hanya terampil tetapi juga harus memiliki disiplin kerja yang cukup tinggi. Karena berkembang atau tidaknya suatu instansi pemerintah maupun swasta, sangat ditentukan oleh anggota personil dari instansi itu sendiri. Sumber daya manusia sebagai salah satu faktor internal yang memegang peranan penting berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan sehingga perlu diarahkan melalui manajemen sumber daya manusia yang efektif dan efisien.

Seorang pemimpin yang cerdas, dapat melahirkan pegawai yang cerdas pula. Seorang pemimpin yang disiplin dan tekun, mampu menjadikan pegawainya bekerja secara efisien. Tak jarang seorang pemimpin yang ramah pun dapat mampu menjadikan para pegawainya bekerja dengan senang hati dan nyaman.

Begitu pula sebaliknya, seorang pemimpin yang malas dapat membuat para pegawainya menjadi malas. Seorang pemimpin yang kurang disiplin dapat menular ke para pegawainya menjadi malas. Pemimpin yang jarang komunikasi dan sering marah-marah dapat membuat para pegawainya menjadi kurang nyaman dalam bekerja. 

Jadi banyak hubungan antara pimpinan, pegawai dan komunikasi dalam dunia kerja. Seorang pemimpin yang cerdas, disiplin, tekun, terampil dan ramah kepada para pegawainya tentu dapat meningkatkan semangat motivasi kerja dan hasil kinerja pun dapat tercapai dengan maksimal. Lain halnya dengan seorang pemimpin yang kurang disiplin, kurang cekatan dan kurang komunikasi dengan para anggota pegawainya tentu dapat mengurangi semangat motivasi kerja para pegawainya. Akhirnya hasil akhir yang dicapai pun kurang maksimal.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh seberapa besar keterkaitan antara faktor – faktor kepemimpinan, disiplin kerja dan komunikasi terhadap motivasi kerja pegawai.

RUMUSAN MASALAH
  1. Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai?
  2. Apakah terdapat pengaruh disiplin kerja terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian?
  3. Apakah terdapat pengaruh komunikasi terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian ?

Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan, disiplin kerja dan komunikasi secara bersama-sama terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian ? 

LANDASAN TEORI

1. Pengertian Kepemimpinan
Menurut Hasibuan, Pemimpin (leader) adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. (Hasibuan, 2009). Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal.
Leader adalah seorang pemimpin yang mempunyai sifat – sifat kepemimpinannya dan kewibawaan (personality authority). Falsafah kepemimpinannya bahwa pemimpin adalah untuk bawahan dan milik bawahan. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Hal ini semua akan diperoleh karena kecakapan, kemampuan dan perilakunya.
Kepemimpinan adalah pengetahuan atau seni yang secara sisitimatis mampu mempengaruhi anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama sehingga pemimpin adalah orang yang mampu menumbuhkan respek dari orang lain kepada dirinya sehingga orang lain mau melakukan apa yang ia inginkan disini seorang pemimpin harus mampu menjual gagasan kepada anggota kelompoknya.
Tipe kepemimpinan adalah gaya atau corak kepemimpinan yang dibawakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya (Wursanto, 2005 : 200). Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, ketrampilan, bakat, sifat-sifatnya atau kewenangan yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Dengan demikian kepemimpinan menyangkut proses atau usaha yang dilakukan oleh pemimpin untuk mempengaruhi dan mengarahkan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Sehingga pemimpin yang efektif adalah seorang yang mampu menggunakan pengaruhnya kepada anggota kelompok atau bawahan agar mereka mau bertindak atau berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkan untuk mencapai tujuan kelompok yang telah ditetapkan dan bukan mementingkan tujuan pribadinya.

2. Disiplin Kerja
Dalam rangka mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang handal, profesional dan bermoral sebagai penyelenggara pemerintahan yang menerapkan prinsip – prinsip kepemerintahan yang baik (good govermance), maka mutlak diperlukan peraturan disiplin PNS yang dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin, sehingga dapat menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong PNS untuk lebih produktif berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Adapun yang dimaksud disiplin dalam PP No. 53 Tahun 2010 adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan demi terwujudnya tujuan organisasi, seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan:2009:193 bahwa :
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yanmg berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi dia akan mematuhi / mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak. (Hasibuan:2009:193).
Pendapat lain dari Niti Semito : 2008: 79 bahwa :
Bahwa suatu kedisiplinan penting bagi suatu organisasi, sebab dengan adanya kedisiplinan akan dapat ditaati oleh sebagian besar para karyawan dengan demikian adanya kedisiplinan tersebut diharapkan pekerjaan akan dilakukan secara efektif. Bilamana kedisiplinan tidak dapat dtegakkan maka kemungkinan tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien. Penetapan disiplin lebih ditekankan pada unsur kesadaran dan penyesuaian diri secara sukarela, bukan atas dasar paksaan.
Kedisiplinan kerja merupakan kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap pegawai negeri merupakan bentuk disiplin yang ditanamkan kepada setiap Pegawai Negeri Sipil. Disiplin merupakan ketaatan terhadap peraturan dan norma kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berlaku, sehingga timbul rasa malu terkena sanksi dan rasa takut terhadap Tuhan. Disiplin adalah sikap hidup dan perilaku yang mencerminkan tanggungjawab pada kehidupan, tanpa paksaan dari luar. Sikap dan perilaku ini dianut berdasarkan keyakinan bahwa hal itulah yang benar. Hal ini terkait dengan kemauan dan kemampuan seseorang menyesuaikan lingkungannya dan mengendalikan dirinya agar sesuai dengan norma, hukum, kekuasaan yang berlaku dalam lingkungannya.
Bagi PNS telah diatur mengenai kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar. Tata cara penjatuhan dan penyampaian hukuman disiplin serta tata cara pengajuan keberatan apabila PNS yang dijatuhi hukuman disiplin merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya. Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik PNS yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Hukuman disiplin yang dilakukan itu dapat diterima dengan rasa keadilan.
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan dan perbuatan PNS yang melanggar ketentuan baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar disiplin PNS. Dalam PP No. 53 Tahun 2010 terdapat butirbutir kewajiban yang harus ditaati dan laranagn yang tidak boleh dilanggar oleh PNS.
Oleh karena itu setiap pimpinan selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang atasan dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin dalam bekerja. Disiplin dalam menjalankan tugas merupakan bagian kewajiban pegawai. Kesesuaian dalam menjalankan tugas itulah bentuk kedisiplinan dalam bekerja.
Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluh bagi pegawai dalam menciptakan tata tertib yang baik guna meningkatkan semangat kerja, moral kerja, efisien dan efektivitas kerja pegawai akan meningkat. Hukuman perlu diberikan kepada pegawai yang melanggar peraturan guna menciptakan ketertiban, kedisiplinan dan pencapaian tujuan organisasi. 
Dengan demikian disiplin kerja merupakan ketaatan pada aturan yang berlaku di organisasi. Semakin tinggi tingkat disiplin kerja maka pekerjaan akan selesai tepat waktu dan hasil pekerjaan semakin baik sesuai dengan ketentuan sehingga produktivitas kerja semakin tinggi.

3. Komunikasi
Komunikasi sangat diperlukan dalam keseluruhan interaksi antar manusia, tidak terkecuali antara pelatih dan peserta pelatihan atau antar staf dan pimpinannya. Tanpa komunikasi antar manusia di dalam organisasi, sumber daya yang ada akan mengalami disintegrasi. Artinya, sumber daya insani yang ada pada lembaga/instansi tidak banyak berbeda dengan setumpuk benda mati yang pasif.
Soekadi Darsowiyono (2000:61) memberikan definisi tentang komunikasi: ”komunikasi adalah salah satu proses penggunaan lambanglambang yang bermakna oleh dua orang atau lebih dengan tujuan untuk menciptakan saling pengertian yang diperlukan untuk tercapainya suatu tujuan yang dikehendakinya”.
Jika di kantor-kantor, disediakan khusus ruangan pegawai, barangkali ada pegawai yang hanya melihatnya dari nilai kursi yang disediakan di ruangan itu. Sebenarnya, ruangan itu sama dengan forum atau wadah bagi pelatih untuk urun rembug atau saling tukar pengalaman. Barangkali kita juga dapat bereksperimen, bagaimana pola kerja pegawai, jika satu sama lain saling menghindari kontak antar semua mereka. Kebijakan administratif, kebijakan organisasi, harapan, dan perasaan hanya dapat disampaikan, jika terjadi proses komunikasi. Dengan komunikasi akan muncul relasi antar individu dan selanjutnya terjadi proses saling mempengaruhi dalam rangka perbuatan tertentu.
Komunikasi antar individu muncul sebagai lanjutan dari adanya kontak awal yang mereka lakukan dan demikian juga sebaliknya. Seseorang akan menjalin komunikasi dengan yang lain, jika di dalam dirinya telah ada kontak kesepakatan, bahwa dia harus berbuat demikian. Relasi antar individu merupakan lanjutan dari proses komunikasi antar sesama mereka. Dari aktivitas relasional itu terjadi proses mempengaruhi, misalnya pengaruh yang ditimbulkan oleh pimpinan terhadap bawahannya. Mungkin saja, suatu saat terjadi antar individu, tetapi mereka tidak mampu menjalin relasi, akibatnya tidak terjadi proses saling mempengaruhi. Di dalam latar kehidupan organisasi, saling mempengaruhi biasanya divisualisaikan melalui perilaku nyata atau seperangkat perbuatan yang mengacu pada tujuannya.
Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil, sebaiknya komunikasi yang tidak sehat dapat menyebabkan suatu organisasi macet dan tujuan yang ingin dicapai tidak optimal. Dalam kehidupan organisasi, komunikasi memiliki beberapa fungsi. Menurut Conrad komunikasi dalam organisasi memiliki tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi perintah, 2). Fungsi relasional, 3). Fungsi manajemen ambigu. 
Komunikasi dari atas ke bawah (download communication) dan dari bawah keatas (upward communication), adalah komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada atasan secara timbal balik (two way traffic communication). Dalam komunikasi ini pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk - petunjuk, informasi -informasi, penjelasan-penjelasan dan lain-lain kepada bawahannya. Dalam hal itu, bawahan memberikan laporan-laporan, saran, pengaduan-pengaduan dan sebagainya kepada pimpinan (Onong Uchjana, 2001:123).
Komunikasi antar pemimpin dan pegawai diarahkan pada upaya mencari perubahan untuk mengeksplisitkan tindakan-tindakan bersama. Sebagai contoh, lembaga pelatihan harus mengetahui kebutuhan tenaga kerja di lapangan, persaingan antar lembaga, kebijakan pemerintah dan sebagainya. Di samping itu lembaga pelatihan harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, potensi masyarakat, kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebagainya. Apa-apa yang dimaksud diatas dapat direalisaikan, jika ada komunikasi intensif antar subjek yang terlibat. Cepat atau lambat terpenuhinya keinginan subjek untuk mendapat informasi tentang masalah ini sangat ditentukan oleh kemampuannya mendekatkan diri dengan sumber informasi. 
Dalam konteks aktivitas pelatihan, komunikasi adalah mesin pelumas utamanya. Komunikasi biasanya tidak dapat dilepaskan dari pekerjaan atau interaksi antara pelatih dan peserta pelatihan. Rencana kerja pelatihan hanya mungkin direalisasikan, jika pelatih dan peserta pelatihan telah mengetahui informasi tugas atau jabaran pekerjaan yang diembannya. Di dalam dunia manajemen, komunikasi sering diarahkan untuk meningkatkan semangat kerja staf demi produktivitas dan keuntungan secara bisnis. Hal ini merupakan konsekuensi logis bahwa manusia organisasi mempunyai sejumlah kebutuhan secara bisnis. 
Kedudukan seseorang dalam jabatan didasarkan atas mutu individual dan mutu kerjanya di dalam tim, baik menurut pencitraan maupun secara nyata. Kekuasaan ditekankan kepada sekelompok orang atau individu, dan disinilah, komunikasi antar manusia mutlak diperlukan. Arus komunikasi bervariasi, yaitu ke atas, bawah, diagonal dan sebagainya, yang pada umumnya dikaitkan dengan pekerjaan atau tugas-tugas keorganisasian. Perbuatan bawahan yang bersifat mencela, mengkritik, memberi saran atau usul kepada atasan sangat jarang, sebagai akibat hambatan psikologis itu. Mereka segan mengemukakan ketidaksenangannya terhadap pekerjaan atau sikap negatif (negative attitude) terhadap tugas-tugas itu. Dalam bekerja dan komunikasi sangat hati-hati, sebab takut tergeser dari jabatannya, tidak dipercaya, tidak mampu menciptakan rasa saling memiliki (sense of belonging).
Pemimpin yang bijak akan membawa bawahan pada kondisi yang mereka inginkan. Seorang pemimpin harus mengadakan komunikasi untuk tujuan-tujuan tertentu, menyampaikan informasi, mengubah perilaku bawahan atau mengarahkan perilaku-perilaku mereka agar sesuai dengan harapan.

4. Motivasi Kerja
Motivasi kerja sering dipakai untuk menyebutkan motivasi dalam kemampuan kerja. Kepustakaan manajemen sering dipakai untuk menerangkan motivasi yang ada kaitannya dengan pekerjaan. Motivasi menurut Yulk dan Wexley dalam Sumarsono (2004:204) menyatakan bahwa motivasi sebagai proses di mana perilaku digerakkan dan diarahkan. Arti definsi tersebut dapat dijelaskan bahwa motivasi merupakan pemberian atau penimbulan motif. As'ad dan Handoko dalam Sumarsono (2004 : 204) memberikan definisi motivasi kerja sebagai tindakan yang menerangkan mengapa seorang karyawan bersedia melakukan suatu pekerjaan pada suatu lembaga. Keadaan ini tentu karena ada dorongan motif atau perangsang dalam diri seorang pegawai. Dorongan atau motif tersebut berupa kebutuhan yang timbul dalam arti diri seorang pegawai yang harus dipenuhi dengan cara bekerja. 
Abraham Spelling (Mangkunegoro, 2001: 93) mengemukakan bahwa ”motive by devided as tendency to activity, started by a drive and ended by an adjustment. The adjustment is said to atisft the motive”. Motive didevinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (dreve) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memusnahkan motif. 
Menurut Stoner dan Freeman yang dikutip dari Sumarsono (2004:241) menyatakan bahwa motivasi akan sangat berguna bagi para manajer untuk memahami perilaku karyawannya dalam sistem keorganisasian. Hodges dan Luthans dalam Handoko dkk (2005:144) menyatakan bahwa motivasi kerja merupakan proses psikologis melalui keinginan yang belum terpuaskan yang diarahkan dan didorong ke pencapaian tujuan. Menurut Luthans yang dikutip oleh Setiati dalam Handoko dkk (2005:144) menyatakan bahwa motivasi kerja merupakan proses dasar yang dimulai dengan adanya suatu kebutuhan (neeeds). Motivasi merupakan subjek penting, karena motivasi merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi hasil kerja seorang individu. Maslow yang dikutip oleh Gibson dkk (1996:189) menyatakan beberapa  hirarki kebutuhan yang terkait atau berhubngan erat dengan motivasi kerja. Tingkatan-tingkatan kebutuhan berdasarkan hirarki tersebut adalah sebagai berikut: 1). Kebutuhan fisiologis, kebutuhan ini meliputi makanan, minuman, tempat tinggal dan sembuh dari rasa sakit. 2).Kebutuhan keamanandan keselamatan, kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk kemerdekaan dari ancaman seperti keamanan dari kejadian-kejadian atau lingkungan yang mengancam, 3) Kebutuhan rasa memiliki, sosial dan kasih sayang, kebutuhan ini meliputi kebutuhan persahabatan, berkelompok interaksi dan kasih sayang, 4) Kebutuhan perhargaan (esteem), kebutuhan ini terdiri dari kebutuhan harga diri, dan kebutuhan penghargaan dari pihak lain, 5). Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan untuk memenuhi diri seseorang melalui pengoptimalisasian penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki.
Teori ERG-Adelfer, Teori ini menyatakan persetujuannya dengan Maslow Adelfer menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan individual tersusun secara hirarki. Namun demikian, kebutuhan yang diusulkannya hanya terdiri dari tiga tingkatan yaitu: eksistensi, keterkaitan dan pertumbuhan. 
Teori Kebutuhan Mc Clelland, Teori ini diajukan oleh Mc Clelland, teori ini erat kaitannya dengan konsep belajar. Teori ini menyatakan dengan suatu kebutuhan yang kuat akan termotivasi kerja untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna  memuaskan kebutuhan. Kebutuhan seseorang dapat dipelajari dari kebudayaan suatu masyarakat. Tiga kebutuhan yang diajukan oleh Mc Clelland meliputi : kebutuhan prestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan kekuasaan.
Teori Pengharapan (Expectancy), Teori pengharapan yang dikembangkan oleh Victor Vroom yang dikutip oleh Usmara (2006:49) menyatakan bahwa seseorang akan termotivasi untuk berkinerja dengan alasan-alasan tertentu.
Teori X dan Teori Y, Kedua teori ini dibuat oleh Douglas McGregor teori X mengandaikan bahwa manusia atau pegawai tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab dan harus dipaksa untuk berprestasi, Teori Y mengandaikan sebaliknya, bahwa manusia menyukai kerja, kreatif dan berusaha untuk bertanggung jawab. 
Teori Motivasi Hygiene, Teori yang sibuat oleh Frederick Herberg mengatakan bahwa hubungan seorang individu dengan kerja merupakan suatu hubungan dasar dan sikap individu terhadap kerja sangat menentukan berhasil atau gagalnya individu tersebut. Faktor-faktor yang menghantarkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dengan faktor-faktor yang menghantar ketidakpuasan kerja. Menghilangkan faktor ketidakpuasasn kerja bukan berarti pegawai akan mencapai kepuasan kerja dan termotivasi. Faktorfaktor yang dapat mencipkan kepuasan kerja merupakan faktor intrinsik seperti prestasi, pengakuan, kerja itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pertumbuhan. Faktor penyebab ketidakpuasan adalah faktor ekstrinsik seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan gaji, gubungan dengan rekan kerja, kondisi kerja dan lain-lain. Herzberg menyebutkan faktor penyebab ketidakpuasan sebagai faktor hygiene. Apabila faktor hygiene dapat memadai maka dapat menentramkan pegawai tetapi apabila faktor hygiene tidak memadai maka pegawai tidak akan terpuaskan. 
Teori Evaluasi Kognitif, teori ini mengatakan bahwa pemberian ganjaran ekstrinsik untuk pewrilaku yang sebelumnya telah diberi ganjaran intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Ganjaran ekstrinsik adalah ganjaran yang berasal dari luar diri individu berupa upah. Ganjaran intrinsik adalah ganjaran yang berasal dari dalam diri individu seperti prestasi, tanggun jawab, kompetensi dan lain sebagainya.
Ada dua jenis motivasi menurut Malayu, (2007 : 150) yaitu: 1). Motivasi Positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi diatas prestasi standar, yang berakibat semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. 2). Motivasi Negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapat hukuman dengan motivasi ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum, tapi dalam jangka panjang dapat berakibat kurang baik. Sebaiknya penggunaan kedua motivasi tersebut harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.
Menurut Wahjosumidjo (2001 :180) Motivasi setiap orang berbeda-beda karena pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan tersebut maka diperlukan adanya prinsip-prinsip memotivasi kerja. Prinsip-prinsip dalam motivasi kerja pegawai adalah : partisipasi, komunikasi, mengakui andil bawahan, pendelegasian wewenang dan memberi perhatian

5. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Sarno (2010) dengan judul penelitian ”Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Komunikasi, Motivasi dan Karakteristik Individu terhadap Efektivitas Kerja Pegawai pada Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Sukoharjo.” Hasilnya menunjukkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan, komunikasi, motivasi dan karakteristik individu secara simultan terhadap efektifitas kerja pegawai pada Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Sukoharjo. 
Penelitian yang dilakukan oleh S. Mardiyah Agustiningsih (2010) dengan judul penelitian ”Pengaruh Kepemimpinan dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja dengan Motivasi sebagai Variabel Intervening (Studi terhadap Guru SD Negeri di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar).” Berdasarkan hasil analisa data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kepemimpinan dan disiplin kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi dan kinerja guru di SD Negeri di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. 
Penelitian yang dilakukan oleh Bagus Tri Sarjono (2010) dengan judul penelitian ”Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karanganyar.” Berdasarkan hasil analisis uji t terdapat pengaruh secara signifikan kepemimpinan terhadap kinerja pegawai, terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan dan motivasi secara simultan terhadap kinerja. Dengan demikian kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunandan Kehutanan Kabupaten Karanganyar dapat meningkat selama ada kepemimpinan dan motivasi yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Biyarni (2009) dengan judul penelitian ”Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Produktivitas Kerja Tenaga Pendidik pada Lembaga Pendidikan Kursus Alfabank X.” Hasilnya menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan, motivasi dan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja. Kepemimpinan memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja tenaga pendidik, semakin baik sikap pimpinan dalam mengelola Lembaga Pendidikan Kursus Alfabank X akan semakin meningkat produktivitas kerja. Motivasi dan disiplin kerja juga memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas kerja, semakin tinggi motivasi tenaga pendidik dalam bekerja dan semakin baik disiplin kerja karyawan akan semakin meningkatkan produktivitas kerjanya.


HIPOTESIS
  1. Ada pengaruh yang signifikan kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah ..................................
  2. Ada pengaruh yang signifikan disiplin kerja terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah ...................................
  3. Ada pengaruh yang signifikan komunikasi terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah ...................................
  4. Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan, disiplin kerja dan komunikasi secara bersama-sama terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah ...................................


METODOLOGI
Tempat penelitian ini dilakukan di Badan Kepegawaian Daerah Kota ..................................................... Jalan .................................................... dengan obyek penelitian yaitu pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah .........................................
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang ada di Badan Kepegawaian Daerah Kota X yang berjumlah 57 orang. Mengingat populasi dalam penelitian ini kurang dari 100 orang, sehingga semua anggota populasi diambil sebagai sampel penelitian atau sebanyak 57 orang pegawai di Badan Kepegawaian Daerah Kota X. Adapun cara yang digunakan untuk pengumpulan data adalah observasi, kuesioner (angket), dokumentasi dan studi pustaka.
Dalam penelitian ini teknik yang akan digunakan untuk pengolahan data melalui pengujian hipotesis dengan Uji t, Uji F, Koefisien determinasi atau R2 dan analisis regresi linear berganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Statistik
Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil kuesioner atau jawaban angket mengenai kepemimpinan, disiplin kerja, komunikasi dan motivasi kerja. Data penelitian diambil dari pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X sebanyak 57 orang. Adapun deskriptif statistik masingmasing variabel adalah sebagai berikut :
a. Variabel Kepemimpinan
Data skor kepemimpinan diperoleh melalui angket terhadap pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X. Dari jawaban angket tersebut diketahui bahwa jumlah responden sebanyak 57 orang. Secara keseluruhan memiliki rentangan (range) 19, dengan skor terendah 28 dan skor tertinggi 47. Skor kepemimpinan mempunyai skor rata-rata (mean) sebesar 37,07, modus sebesar 39 dan median sebesar 37,00, varians 15,495 dan simpangan baku (standar deviasi) sebesar 3,94. Nilai-nilai statistik ini perhitungannya dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS.
b. Variabel Disiplin Kerja
Data skor disiplin kerja diperoleh melalui angket terhadap pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X. Dari jawaban angket tersebut diketahui bahwa jumlah responden sebanyak 57 orang. Secara keseluruhan memiliki rentangan (range) 17, dengan skor terendah 32 dan skor tertinggi 49. Skor disiplin kerja mempunyai skor rata-rata (mean) sebesar 40,44, modus sebesar 40 dan median sebesar 40,00, varians 10,822 dan simpangan baku (standar deviasi) sebesar 3,28. Nilai-nilai statistik ini perhitungannya dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS.

c. Variabel Komunikasi
Data skor komunikasi diperoleh melalui angket terhadap pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X. Dari jawaban angket tersebut diketahui bahwa jumlah responden sebanyak 57 orang. Secara keseluruhan memiliki rentangan (range) 14, dengan skor terendah 50 dan skor tertinggi 64. Skor komunikasi mempunyai skor rata-rata (mean) sebesar 55,75, modus sebesar 54 dan median sebesar 56,00, varians 8,153 dan simpangan baku (standar deviasi) sebesar 2,85. Nilai-nilai statistik ini perhitungannya dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS.

d. Variabel Motivasi Kerja
Data skor komunikasi diperoleh melalui angket terhadap pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X. Dari jawaban angket tersebut diketahui bahwa jumlah responden sebanyak 57 orang. Secara keseluruhan memiliki rentangan (range) 14, dengan skor terendah 35 dan skor tertinggi 49. Skor motivasi kerja mempunyai skor rata-rata (mean) sebesar 41,26, modus sebesar 40 dan median sebesar 40, varians 11, 733 dan simpangan baku (standar deviasi) sebesar 3,42. Nilai-nilai statistik ini perhitungannya dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS.

2. Hasil Penelitian
Hasil Uji t menunjukan bahwa Ujit pengaruh variabel kepemimpinan (X1) terhadap 1 motivasi kerja (Y). Dari hasil perhitungan dapat diperoleh nilai thitung (3,088) > dari nilai ttabel (1,96) hitung tabel atau nilai signifikansi 0,003 < 0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawain Daerah Kota X. Uji t pengaruh variabel disiplin kerja (X2) terhadap motivasi kerja (Y), Dari hasil perhitungan dapat diperoleh nilai thitung (2,905) > dari nilai ttabel hitung tabel (1,96) atau nilai signifikansi 0,005 < 0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat pengaruh yang signifikan disiplin kerja terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawain Daerah Kota X. Uji t pengaruh variabel komunikasi (X3) terhadap motivasi kerja (Y), Dari hasil perhitungan dapat diperoleh nilai thitung (6,693) > dari nilai ttabel (1,96) atau nilai signifikansi 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat pengaruh yang signifikan komunikasi terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawain Daerah Kota X.
Hasil Uji F ditermukan keempat hipotesis yang diajukan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif baik secara individu maupun bersama-sama variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan komunikasi terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X, hal ini bersarti semua hipotesis baik hipotesis pertama, kedua, ketiga dan keempat yang dikemukakan dalam penelitian ini dapat diterima.
Persamaan regresilinier berganda berdasarkan hasil pengujian pada hipotesis yaitu Y = - 21,624 + 0,252K + 0,284D + 0,754Km. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu-satuan variabel kepemimpinan akan diikuti oleh peningkatan 0,252 motivasi kerja pegawai BKD Kota X. Setiap penambahan satu satuan nilai disiplin kerja akandiikuti oleh peningkatan 0,284 motivasi kerja pegawai BKD Kota X dan setiap penambahan satu satuan nilai komunikasi akan diikuti oleh peningkatan 0,574 motivasi kerja pegawai BKD Kota X. 
Di samping itu berdasarkan hasil pengujian pada hipotesis diperoleh nilai koefisien korelasi sebsar 0,733 sehingga nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0,512. Hal ini berarti bahwa 51,2% variabel motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X ditentukan oleh kepemimpnan, disiplin kerja dan komunikasi.

3. Pembahasan Hasil Penelitian
a. Pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X. Hasil koefisien regresi bernilai positif yang berarti semakin meningkatnya kepemimpinan maka motivasi kerja pegawai juga mengalami peningkatan.
Berdasarkan hal tersebut maka pimpinan dilingkup Badan Kepegawaian Daerah Kota X perlu menerapkan berbagai kebijakan yang dapat meningkatkan motivasi kerja pegawainya. Kebijakan tersebut antara lain adalah pimpinan harus melakukan kontrol terhadap pekerjaan pegawai, pimpinan perlu melakukan pengawasan terhadap kinerja pegawai pimpinan harus memberikan motivasi kepada bawahan, mendengar ide atau saran-saran dari pegawainya, memberikan bimbingan kepada pegawai dalam pelaksanaan tugas, mendelegasikan tugastugas kepada bawahannya, mempercayai setiap pekerjaan dari karyawannya, menghargai setiap hasil kerja dari pegawainya dan pimpinan harus mampu menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan antar pegawai.

b. Pengaruh disiplin kerja terhadap motivasi kerja 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X. Hasil koefisien regresi bernilai positif yang berarti semakin meningkatnya disiplin kerja maka motivasi kerja pegawai juga mengalami peningkatan. 
Berdasarkan hal tersebut maka pegawai dilingkup Badan Kepegawaian Daerah Kota X perlu menerapkan disiplin kerjanya melalui berbai hal yaitu mematuhi peraturan dan ketentuan yangberlaku di tempat kerja, datang dan pulang kerja tepat waktu, mampu menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditentukan, melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

c. Pengaruh komunikasi terhadap motivasi kerja pegawai
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X. Hasil koefisien regresi bernilai positif yang berarti semakin meningkatnya komunikasi maka motivasi kerja pegawai juga mengalami peningkatan. Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota Surakrata merupakan pegawai yang memegang peran esensial dalam sistem pemerintahan di Kota X. Berdasarkan hal tersebut maka pegawai perlu melakukan komunikasi yang baik antara pimpinan dengan bawahan ataupun antar lingkup pegawai. Komunikasi antara pimpinan dan pegawai dapat berupa arahan, ataupun mengatasi masalah pekerjaan yang terjadi di lingkup BKD Kota X, selain itu pimpinan bersikap terbuka dalam pelaksanaan komunikasi sehingga pegawai merasa diperhatikan oleh instansinya. Sedangkan komunikasi antar pegawai akan mampu meningkatkan kerjasama antar pegawai hal ini dapat diwujudkan dengan saling bantu antar pegawai dalam pelaksanaan pekerjaan.

SIMPULAN.
  1. Berdasarkan hasil uji t variabel kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X.
  2. Berdasarkan hasil uji t variabel disiplin berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X.
  3. Berdasarkan hasil uji t variabel komunikasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X.
  4. Berdasarkan hasil Uji F terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan, disiplin kerja dan komunikasi secara bersama-sama terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X, sehingga hipotesis yang keempat terbukti kebenarannya.
  5. Hasil uji koefisien Determinasi terdapat pengaruh variabel kepemimpinan, disiplin kerja dan komunikasi terhadap motivasi kerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kota X.